Senin, 25 April 2016

Memaknai Bahagia

Seringkali kita bertanya, di manakah kebahagiaan itu berada. Dalam uji yang menerpa kita berkata, “Duhai, betapa hidupku dirundung nestapa.” Dalam puji-pujapun kita tak henti bertanya, “Kapankah jiwaku akan tenang tanpa khawatir suatu saat akan terjatuhkan?”
Kita, manusia memang diciptakan dalam keadaan berkeluh kesah. Hanya mereka yang mengerti kemana muara jiwanyalah yang akan mampu untuk bertahan dalam segala keadaan. Dalam ujian tak merasa menderita, dalam pujian tak khawatir akan kejatuhannya.
Foto oleh Nur Yulianto
Adalah Pak Timin, lelaki sepuh yang telah mengajari kita sebuah makna bahwa bahagia sejati bukanlah terletak pada melimpahnya harta, tingginya tahta, ramainya puji-puja, serta sempurnanya fisik dan rupa.
Kita bisa menemuinya di taman wiasata Grojogan Sewu di Tawangmangu. Lelaki itu memanggul box besar berisi minuman di kepalanya. Tangan kirinya dengan kokoh memegang box jualan sementara tangan kanannya menjadi penyangga kaki kedua-nya. Dari mulutnya terucap kata sebagai wujud ikhtiar menjajakan dagangannya.
Dia istimewa. Dengan tegak dia berjalan menggunakan kruk. Tak ada raut lelah, tak ada ekspresi minta dikasihani. Kaki kanannya tak sempurna, hanya tersisa separuh paha. Jalan yang berundak-undak tentu bukanlah medan yang mudah baginya. Beratnya beban di kepala tentu menjadikan kesulitan tersendiri untuk terus melangkahkan kaki. Namun, kekuatan itu tetap terpancar dari sorot matanya.
Pak Timin, lelaki sepuh dengan tiga anak yang kesemuanya telah berkeluarga ini tak mau diam berpangku tangan. Tak mau menggantungkan hidup kepada anak-anaknya meski adalah sebuah kewajaran jika ia di usia tuanya diperlakukan istimewa oleh buah hati yang telah dibesarkannya.
Dia tak berharap balas atas kasih sayang yang diberikan kepada putra-putrinya. Ia tak membiarkan masa senjanya berlalu tanpa ada yang dilakukannya menjemput rizki dari Sang Pencipta. Ia memilih menjemput rizki dengan cara mulia, tanpa membohongi, tanpa mendzalimi, tanpa membuat orang lain terbebani.
Sungguh pak Timin mnegajarkan sebuah makna kepada kita, bahwa sejatinya tak mengeluh dalam kesulitan adalah sebuah wujud kesabaran, terus berkarya dalam keterbatasan adalah sebentuk kesyukuran. Dari sanalah kebahagiaan bermula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar